Sepucuk surat cinta untuk mu

Nisa Ariseno
3 min readAug 8, 2021

Aku tidak tahu apa yang mendasari perasaan kepemilikanku terhadap sebuah wadah kepanitiaan yang berhasil membuatku kepalang mellow di suatu pagi di bulan Agustus. “Kan cuma kepanitiaan anjir lebay amat lu” ya mau bagaimana lagi, perasaan tidak bisa dibohongi.

Menginjakkan kaki ke dalam KAT sebagai mahasiswa semester 7 membuatku sadar bahwa ini adalah kesempatan terakhirku untuk bisa berpartisipasi dalam acara akbar ini. Sambil scroll-scroll Twitter, ntah bagaimana aku bisa sampai di laman Twitter OSKM di tahun 2019, saat aku menjadi mentor. Melihat foto-foto mentoring di lap. Sipil, pataka birawa dan pasben bertengger di pinggiran tangga sunken, mentor dengan panji-panji dan senyum lebarnya yang ntah menandakan perasaan bahagia mereka atau meringis menahan encok dari membawa tas yang berat. Ah, those were the days.

Dari yang awalnya dibanjiri rasa gembira karena hari-h semakin dekat seketika berubah menjadi perasaan sentimental yang menyesakkan. Sebentar lagi acara ini akan selesai. Sebentar lagi aku akan lulus. Dimana lagi aku bisa menemukan tempat seperti KAT ini, yang berhasil memadu padankan keos-keosnya yang ajaib namun masih terbukti menjadi tempat paling reliable untuk bersandar? Yang malam-malamnya diisi tidak hanya untuk memusingkan alur birokrasi di kampus ini namun juga oleh ejekan-ejekan yang ditujukan kepada pak ketua sebagai perekat paling ampuh? Aku sudah terlanjur nyaman dengan ini, dan aku tidak mau lekas beranjak. Seperti memutuskan hubungan secara sepihak (hiks).

Maka dari itu, sebelum semua ini berakhir, kutuliskan sepucuk surat cinta ini dari puncak tertinggi pencapaianku. Bukan untuk menyombong, namun untuk merefleksikan sudah seberapa jauh aku mengarungi petualangan ini.

Teruntuk sahabat-sahabat baruku yang sudah mau saling mendampingi dalam perjalanan penuh peluh ini, aku tidak tahu apakah surat ini bisa cukup menggambarkan seberapa besar rasa syukurku kepada kalian semua. Ditengah-tengah rasa ragu yang terkadang mencekik kurang ajar, kalian tetap ada untuk sedikit demi sedikit melepaskan jeratan-jeratan itu, sehingga aku bisa kembali bernafas. Rasa nyaman ini sudah menjadi pedang bermata dua, yang menguatkanku untuk terus memperjuangkan mimpi, namun juga pedih mengiris karena tau kita akan berpisah. Namun, aku harus sadar bahwa hal itu seharusnya disyukuri, bukan dimaki. Jalan akan bersimpang, namun tidak menutup kemungkinan bahwa jalan ini akan bersinggungan lagi. Dan penungguan ini seharusnya menjadi perasaan paling romantis di dunia. Maka dari itu, terima kasih. Terima kasih sudah mempercayakanku akan amanah berdasarkan mimpi semurni ini. Terima kasih sudah tetap berdiri mendampingi di tengah badai padang pasir maupun deru ombak samudera. Dan terima kasih sudah bertahan hingga detik ini.

Dan teruntuk wadah beserta seluruh elemennya yang sudah mendampingi perjalananku di kampus gajah ini. Yang telah memercikkan warna warninya ke kanvas polos kehidupanku. Yang telah menjadikan aku, aku. Ku haturkan terima kasih sedalam samudera. Melihat rekam jejak perjalananku selama hampir 4 tahun ini, tidak dapat dipungkiri bahwa pemantik dari semangatku tidak lain dan tidak bukan berawal dari impresi pertamaku sebagai pendatang baru. Hingga akhirnya aku bisa berdiri disini, tinggi di puncak tertinggi pencapaianku. Aku bukanlah mantan dirjen pendidikan pergerakan, bukanlah mantan ketua formatur KAT ITB 2021, bukan pula sekretaris jenderal KAT ITB 2021. Aku bukanlah aku, tanpa adanya campur tangan dari wadah yang sudah menampung sekaligus menenggelamkanku, yang telah memaksaku untuk berenang kembali ke permukaan untuk bertahan. Maka dari itu, ijinkan aku untuk mengabdi lagi untuk terakhir kalinya sebelum aku mengabdikan diri ke tempat lain.

Good byes are inevitable no matter how painful it can be. Just like a little boat against the enormous wave, we have to persevere. Chase the waves with a headstrong confidence, for you will emerge as brand new afterwards.

Ah sudahlah. Saatnya nyicil LPJ…

--

--